DENPASAR, FAJAR BADUNG – Kondisi Lingkungan Bali menjadi topik hangat yang dibicarakan sejumlah aktifis lingkungan pada dialog coffeetalk Pesta UMKM “Apa Kabar Kita” di Denpasar pada Sabtu (19/11).
Di tengah gemerlap pariwisata, sejumlah maslaah justru membayangi dan mengancam kelestarian alam Bali. Seperti yang dipaparkan Manager Program Bali Water Protection (BWP) Yayasan Idep lestari I Putu Bawa Usadi.
Menurutnya dulu di hutan hanya ada binatang, sekarang manusia mulai mengambil alih dan merusak kelestarian hutan.
“Kalau ditanya bagaimana Bali hari ini ya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Kita lihat bencana banjir bandang yang terjadi bulan lalu menunjukan adanya aktifitas di hutan yang merusak lingkungan,” kata Bawa.
Selain itu, intrusi air laut juga kini dalam kondisi memprihatinkan. Dia mencontohkan di sejumlah titik di wilayah Sanur intrusi air laut telah mencapai lebih dari 1 Km. sehingga air sumur warga mulai tidak layak konsumsi.
“Intrusi terjadi karena eksploitasi air bawah tanah terlalu tinggi. Harus segera dicarikan solusi dengan membangun sumur imbuhan dan menjaga daerah hulu,” ucap Bawa.
Dia menambahkan kerusakan lingkungan ini tidak lepas dari prilaku manusia yang cenderung destruktif. Dia mengambil contoh, apakah kita pernah bertanya darimana pangan atau kopi yang kita konsumsi setiap hari. Jangan-jangan datang dari kebun atau lahan hasil menerabas hutan.
“Paling ngeri misalnya pisang yang dihasilkan dari membabat hutan, lalu dipakai saat upacara. Inilah ironisnya Bali hari ini,” kata Bawa.
Pada kesempatan yang sama, Kordinator advokasi Kekal Bali I Made Untung Juli Pratama mengatakan krisis lingkungan yang melanda Bali saat ini tidak lepas dari sejumlah kebijakan yang tidak berpihak. Sebut saja pembangunan jalan tol Mengwi – Gilimanuk.
Proyek tersebut jelas-jelas akan menerabas lahan sawah produktif, hutan lindung dan lahan produktif warga.
“Bencana yang terjadi selama ini tidak bisa semata-mata hanya dilihat sebagai faktor alam semata, tapi karena kebijakan yang tidak berpihak pada lingkungan. Alam hanya mencari keseimbangannya saja,” kata Untung Juli.
Proyek lainnya yang mengancam alam Bali adalah rencana pembangunan terminal LNG di Intaran, Sanur. Selama ini pemerintah selalu menjadikan hutan mangrove sebagai ikon yang dipamerkan saat KTT G20. Tapi di sisi lain rencana pembangunan terminal LNG justru mengancam belasan hektar hutan mangrove.
“Standing kami di Kekal Bali jelas menolak proyek-proyekc tersebut. Baik itu pembangunan tol maupun proyek LNG karena jelas-jelas menerabas sawah produktif dan merusak hutan mangrove dan pesisir,” pungkas Untung Juli. ***ch