DENPASAR, Fajarbadung.com – Saya ibunda Antony dan keluarga merasa sedih kecewa dan sangat prihatin atas vonis para Hakim yang dijatuhkan kepada Antony, yang menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa Antony telah melanggar pasal 378 KUHP sehingga harus dihukum selama 2 tahun penjara dikurangi masa dalam tahanan.
Saya dan keluarga adalah rakyat kecil yang tidak mengerti masalah hukum apalagi pidana, karena kami semua hidup sederhana dan baik2 saja. Tidak pernah melanggar hukum ataupun melakukan penipuan.
Karena saya sejak awal sampai akhir mengikuti terus persidangan anak saya Antony, secara perlahan saya mulai paham, bahwa mencari keadilan bagi rakyat kecil ternyata memang benar sangat-sangat berat dan sulit.
Saya merasa sangat sedih karena anak saya divonis atas kesalahan melanggar pasal 378, PENIPUAN. Penipuan yang tidak pernah terpikir apalagi diniatkan untuk dilakukannya. Dimana saya sebagai ibunya tahu dan sangat yakin akan hal itu.
Saya juga merasa kecewa, karena para Hakim yang bertugas mengadili anak saya, yang bertugas mewakili TUHAN YANG MAHA KUASA dalam memutuskan nasib para Pencari Keadilan, tidak mampu memberikan keputusan yang adil, tidak memiliki hati nurani yang cukup adil kepada terdakwa yang kini menjadi terpidana. Setidaknya itu pengertian kami, yang menjadi jeritan hati kami.
Saya sangat prihatin, karena penegakan hukum bagi rakyat kecil di Negara hukum ini, tidak akan pernah bisa tegak sebagaimana mestinya, ibarat kata pepatah, seperti hendak menegakkan benang basah, manakala pola pikir, sudut pandang dan hati nurani para penegak hukum masih tetap seperti yang sekarang, tidak merujuk pada HUKUM ALAM SEJATI YANG PENUH KASIH DAN KEADILAN, yang merupakan FALSAFAH KEHIDUPAN dan SUMBER dari semua SUMBER HUKUM MANUSIAWI.
Berdasarkan realita masalah yang terjadi, saya sangat yakin bahwa anak saya tidak berbuat pidana. Kejadiannya bermula dari transaksi secara pertemanan yang baik, lahan tanah kavling kosong oleh anak saya selaku penjual, kepada penggugat/penuntut selaku pembeli (data lebih lengkap sudah pernah diberitakan di media berita yang sama). Itu adalah transaksi jual beli murni yang kemudian saya tahu disebut kejadian perdata.
Permasalahannya adalah penjual gagal memenuhi janjinya menyerahkan sertifikat/lahan yang dibeli oleh pembeli, sesuai batas waktu yang disepakati bersama dikarenakan berbagai kendala diluar kewenangan penjual untuk mengatasinya. Kemudian Pembeli memutuskan untuk membatalkan secara sepihak Pembelian Lahan Kavling tersebut dan meminta uangnya dikembalikan dengan disertai sejumlah besar bunga uang sebagai kompensasi, yang tidak dapat dipenuhi oleh penjual.
Bersamaan dengan itu pemecahan lahan kavling sudah sekesai dan sertifikat lahannya sudah ada untuk pembeli, tinggal diterima dan dibalik namakan, namun pembeli tidak mau dan tetap meminta uang kembali dengan bunga. Jadi lahannya jelas2 ada, sertifikat SHM sudah ada seluas pembelian 400 m² ditambah kompensai 100 m², menjadi 500 m². Kami semua bingung, dimana letak unsur penipuannya ?? Orangnya (penjual) ada, barangnya (lahan kavling ada)
Yang terjadi adalah anak saya sebagai penjual gagal memberikan tepat waktu SHM kavling yang dibeli oleh pembeli, tapi itu sudah terus menerus negosiasi dan mediasi dengan pembeli untuk minta kelonggaran waktu memproses pemecahan kavling dan mengurus semua perijinan, dan disetujui oleh pihak pembeli. Justru disaat SHM nya sudah selesai dan siap diserahkan, pembeli tidak mau menerima tanah kavling yang dibelinya dengan berbagai alasan sepihak. Dimana alasan utamanya dia hanya mau uangnya kembali ditambah dengan bunganya, karena dia harus bayar utang bank.
Sampai disini kami benar benar gagal paham dan tidak mampu berpikir lagi MENGAPA para Hakim yang MENGADILI anak saya Antony menyatakan anak saya BERSALAH dan TERBUKTI MELANGGAR Pasal 378 KUHP. Semoga ada pembaca yang tahu dan paham untuk membantu kami memberikan pencerahan yang adil. Masihkah ada KEADILAN LANGIT diatas BUMI dibawah LANGIT ini ??? (*)