DENPASAR, Fajarbadung.com Gejolak panas dalam proses pemilihan Bendesa Adat di Desa Adat Serangan, sempat diwarnai demo kelompok massa mengatasnamakan warga Serangan ke Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Senin (8/9/2024) kemarin. Persoalan ini tanggapi serius Bendesa dan jajaran prajuru di Desa Adat Serangan melalui temu media, Selasa (9/9/2024) malam.
Bendesa Desa Adat Serangan I Made Sedana, sangat menyayangkan atas aksi kelompok yang mengatasnamakan warga Desa Adat Serangan. Ia mengetahui persis bagaimana proses pemilihan untuk mencari bendesa baru pengganti dirinya. Namun begitu aksi kelompok massa yang dikoordinir Wayan Patut (WP) tersebut mestinya tidak perlu dilakukan. “Bagi kami kelompok massa tersebut mewakili warga Desa Adat Serangan dan tidak mewakili enam Kelihan Banjar Adat yang ada di Desa Adat Serangan. Bahkan, mengenai kekosongan Pengurus Desa Adat Serangan tidak benar adanya,” tegas Sedana. Seluruh prajuru telah konsisten menjalan aturan dalam menjalankan roda Pemerintahan Desa Adat Serangan.
Sejumlah aturan dimaksud, pertama, berdasarkan hasil parum Desa Adat Serangan yang dihadiri oleh prajuru Desa, Kerta Desa, Penua Sabha, dan Kelihan Banjar Adat pada tanggal 25 Mei 2024. Kedua, berdasarkan perarem di ketentuan umum Bab XI Pasal 26 point a yang menerangkan prajuru yang ada pada saat ini tetap melaksanakan tugas-tugas sampai dikukuhkannya prajuru yang baru sesuai perarem ini. Ketiga, berdasarkan awig-awig Desa Adat Serangan. Keempat, Perda No.4 Provinsi Bali memperpanjang jabatan Bendesa sampai ada Bendesa Definitif.
“Sudah jelas di sini tidak ada hal yang dilanggar, tetapi mereka bersikukuh ingin mejaya-jaya atau men-sahkan salah satu calon, atas nama I Nyoman Gede Pariartha yang dimenangkan atas hasil voting,” katanya. Padahal, proses yang dilakukan juga tidak sesuai aturan dan ada kesan terlalu dipaksakan untuk memenangkan salah satu calon.
Upaya kelompok yang mengatasnamakan ‘Warga Serangan Metangi’ untuk men-sahkan I Nyoman Gede Pariartha di tingkat MDA Provinsi Bali, belum mulus berjalan. Sebab, MDA Provinsi Bali melihat ada hal-hal yang harus diluruskan dan dimusyawarahkan lebih lanjut.
“Kami juga mendapatkan panggilan untuk bersuara lagi di MDA Provinsi Bali pada Rabu (10/7/2024) besok. Kami akan ceritakan kronologis sebenar-benarnya dan membawa bukti-bukti dokumen yang lengkap,” tegas Sedana.
Prajuru Desa Adat Serangan, Nyoman Kemuk Antara senada mengungkapkan bahwa diawal ada lima calon bendesa. Satu orang, I Nyoman Gede Pariartha menang lewat voting oleh panitia. Padahal mestinya sudah ada mekanisme lewat musyawarah mufakat. “Sempat Bapak WP, menyampaikan pada 24 Mei ada keputusan Desa Adat Serangan bahwa Bapak I Nyoman Gede Pariartha ditetapkan sebagai Bendesa Serangan, kami klarifikasi bahwa pernyataan itu tidak benar dan kami menemukan dugaan pemalsuan dokumen (keputusan) yang ditandatangani diduga Panitia dan Sekretaris,” beber Nyoman Kemuk Antara.
Menurutnya, panitia melaksanakan pemilihan Bendesa secara musyarawah mufakat menetapkan I Nyoman Gede Pariartha sebagai bendesa. Hal itu sesungguhnya kebohongan yang panitia lakukan dengan cara voting menghasilkan angka 8:5. “Maka sangat jelas cara itu sudah bertentangan dengan isi Perarem Pasal 20, dan ketidaksesuaian isi pararem tersebut menimbulkan keberatan dari 3 calon bendesa lainnya,” bebernya.
Tiga calon bendesa yang mengajukan keberatan di antaranya I Wayan Kuat dari Banjar Peken, I Wayan Astawa, SH dari Banjar Kaja dan I Made Sukanadi, SH., dari Banjar Tengah.
Menurut salah satu calon Bendesa, I Wayan Astawa berharap masalah ini cepat dituntaskan karena dapat meluas ke masyarakat lainnya. Ia sejak awal menemukan ada ketidakberesan dari panitia pemilihan Bendesa, tidak bisa dibiarkan karena ada hal-hal prinsip yang sengaja diselipkan untuk meloloskan salah satu calon lainnya.
“Kami mohon supaya MDA Agung Provinsi Bali untuk memediasi masalah kegaduhan yang terjadi di Desa Adat Serangan,” tegasnya.
Prajuru berharap supaya panitia menghargai keputusan paruman, bukan sebaliknya membuat keputusan sebelum parum tuntas dilaksanakan. Jangan sampai panitia pemilihan bendesa bertindak menyimpang.
“Yang jelas voting itu mendapatkan keberatan dari calon bendesa kami. Diketahui panitia sudah ada musyawarah mufakat dari para calon, tetapi malah tidak dilakukan dan tidak berlaku. Kemudian panitia melakukan voting dan muncul nama pemenang I Nyoman Gede Pariartha. Di pararem tidak ada pemilihan voting, di sinilah calon bendesa lainnya melakukan keberatan. Kita harus mediasi ini. Tanggal 24 Mei 2024 kami pernah ada parum desa, tetapi deadlock tidak ada keputusan. Surat-surat keberatan sudah pernah dibawa Bendesa ke MDA Kota Denpasar, tetapi sayangnya tidak sesuai dengan hasil parum tanggal 24 Mei 2024, termasuk dengan tiga calon bendesa yang tidak setuju. Kami merasa panitia pemilihan Bendesa Desa Adat Serangan jalan sendiri-sendiri,” tandas Made Sukarya salah satu panitia.*Arnold