DENPASAR, Fajarbadung.com – Para pelaku pariwisata di Bali yang tergabung dalam Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) menolak dengan tegas pemberlakuan PPKM Level 3 di akhir tahun. Bukan hanya menolak dengan tegas, APPMB meminta agar PPKM Level 3 di akhir tahun agar segera dibatalkan. Ketua APPMB I Wayan Puspa Negara saat dikonfirmasi Minggu (29/11/2021) mengatakan, pemberlakuan PPKM level 3 di Indonesia dan juga Bali yang ada saat ini sama sekali tidak merujuka pada dasar data dan sains yang benar. “Sebaiknya PPKM tetap di level 2 sesuai data rujukan selama ini. Pemerintah terlihat over khawatir, lucu dan diatur semena-mena, sesuka hati. Hal ini dipastikan bisa menimbulkan distrust (ketidak percayaan public). Bali akan mati, benar-benar mati ekonominya,” ujarnya.
Menurut Ketua LPM Legian ini, data dan sains yang dimaksud adalah bahwa saat ini vaksinasi sudah masif. Di Bali sendiri vaksinasi tahap kedua sudah di atas 87%. Artinya dari tingkat kekebalan komunitas sudah melampaui. Hal ini tercermin dari laporan harian kasus positif di Bali yang sangat landai dan bahkan setelah ditelusuri ternyata yang terkonfirmasi positif itu mereka yang belum vaksin.
Selain vaksinasi yang masif, kasus terkonfirmasi positif sudah melandai, juga sudah ada aplikasi PeduliLindungi. Ini juga harus menjadi tolok ukur bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan PPKM Level 3. Alasan lain lagi adalah bahwa di tahun 2022 nanti akan banyak event dunia di Bali. Penetapan PPKM Level 3 ini bisa berdampak bagi kepercayaan dunia terhadap Indonesia dan Bali. “Kami minta sebaiknya tetap di level 2 sambil penegakan Prokes dan vaksinasi masif,” ujarnya.
Terkait adanya informasi dari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Efendi yang mengatakan bahwa demi mencegah kerumunan dan pembatasan kegiatan masyarakat di akhir tahun akan diberlakukan PPKM LEVEL3 di seluruh Indonesia, hal ini tentu bagi Bali sangat aneh dan nyeleneh. Sebab, di tengah Bali bersiap untuk Bangkit seirama dengan turunnya level PPKM ke Level 2 saat ini dan justru berharap turun terus hingga Level 1 dan bila perlu hingga Level 0 tanpa pembatasan dan menuju True Normal sekarang malah dinaikkan lagi tanpa rujukan data yang seimbang.
Dalam perspektif pariwisata Bali, trend penurunan level PPKM ini telah memberi secercah harapan untuk ekonomi bisa bergerak, dimana sejak level 2, ditandai open border 14 oktober lalu, adanya pelonggaran jam buka hingga pukul 00.00, Dine in hingga 60%, wisman domestik mulai masuk membuat kita mulai tersenyum meski masih ada halangan besar bagi wisman masuk Bali yakni Regulasi yang saling bertubrukan diantara kementrian terkait.
Adanya proses karantina 5 hari dan Bali sudah tanpa karantina, Visa On Arrival masih dicabut dan hanya bisa masuk dengan visa B211A (visa busines yg rumit dan perlu promotor). Belum berlakunya kembali Visa on Arrival, belum adanya connecting flight, belum singkronnya mekanisme tentang keinginan wisman masuk Bali dengan mekanisme di negara kita. Intinya ada 3 hal yang menghambat wisman masuk Bali yakni kebijakan karantina, kebijakan bisa, kebijakan penerbangan langsung ke Bandara Ngurah Rai.
“Di Ngurah Rai hanya boleh landing setiap 2 jam (ini tak sesuai dengan time scedule route internasional), jumlah negara yang dibuka baru 19 negara yg memang belum potensial untuk Bali. Kita membutuhkan Australia, Turki yang masih tidak termasuk dalam 19 negara yang boleh masuk RI, belum adanya Schedule penerbangan maskapai asing ke Bali (sudah sebulan lebih open border) belum bolehnya connecting flight masuk Bali. Intinya blum ada regulasi yg singkron dan mengarah pada kemudahan open border. Jadi open border ini hanya halusinasi/fatamorgana, rakyat di destinasi masih sekarat dan mati suri,” ujarnya.
Jika ucapan Muhajir Efendi ini benar dilaksanakan maka dipastikan Bali sebagai destinasi tidak bisa berkutik alias masyarakat di destinasi akan melarat & Sekarat. Saat inipun banyak owner Hotel, guest house, homestay, restaurant dan sejeninya rela berjualan nasi jinggo untuk menyambung hidup.
Demikian halnya dipastikan pelaku usaha dan masyarakat di destinasi akan mengalami kerugian lahir dan bathin atas ppkm level 3 di akhir tahun ini. Kerugian material adalah pembatalan booking akhir tahun yg sudah mulai masuk (domestic) demikian halnya beberapa event dg prokes pasti batal, jika dihitung2 bahwa pemberlakuan PPKM Level 3 di akhir tahun ini bagi pelaku usaha dan masyarakat di destinasi dipastikan rugi miliaran rupiah Belum lagi kerugian maintenance yang tidak diikuti dengan keterisian tamu.
“Oleh karena itu kami Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) yang terdiri dari Pekerja pariwisata DW, Kontrak, Guide freelance, Sopir freelance, sopir konvensional, penjual souvenir, tukang massasge, pedagang acung, pedagang lapak, penjaga destinasi, kusir dokar, atraksi musiman, hingga suplier dan petani, kami dengan tegas menolak pemberlakuan PPKM LEVEL 3 di akhir tahun ini yang tanpa dasar saint dan data yang akurat, sekaligus meminta wacana itu dihentikan. Kita ditertawakan oleh dunia akan kelucuan ini, dan kami tawarkan solusi mari memperkuat prokes, berlomba lomba membuat dan menunjukkan prokes inovatif hingga setiap kita menjadi agent penzero covid 19 menuju LEVEL 0 di tahun 2022. Sehingga ada optimisme baru untuk bangkit dan tumbuh dari keterpurukan ini,” ujarnya.
Penulis – Arnold Dhae|Editor – Christovao