BALI, FAJARBADUNG.COM – Sejumlah pengusaha spa, manager spa dan stakeholder pariwisata makin serius menyikapi pajak spa yang dinaikin pemerintah sebesar 40 persen. Stakeholder yang tergabung dalam Bali Spa Bersatu kemudian menggelar Konperensi pers di The 101 Bali Fontana Hotel, Jumat (12/1). Pajak 40 persen dirasa sangat membebani para pengusaha spa.
Hadir pada kesempatan itu Ketua Inisiator BALI SPA BERSATU, I Gusti Ketut Jayeng Saputra, Inisiator BALI SPA BERSATU dan juga Ketua Bali Spa & Wellness Asosiations (BSWA), Feny Sri Sulistiawati, juga Wakil Ketua BSWA, Debra Maria Rumpesat – General Manager of Taman Air, Pelaku Spa Ubud Wellness, I Ketut Sudata, General Manager of The Yoga Barn, Mandara Spa, Ni Ketut Suastari , Representative Lawyer from Bali for Judicial Review di Mahkamah Konstitusi Mohammad Ahmadi dan Mohammad Hidayat serja Cicilia I Gusti Ayu Raniti S.H selalku Advocacy Initiator dan sejumlah stakeholder lainnya.
Pertemuan ini berkaitan dengan Gerakan Perjuangan Para Pelaku Usaha Bisnis Spa dan Masyarakat Yang Terkait dengan Tema Bali Spa Bersatu.
“Kami mengajak seluruh pelaku bisnis spa dan masyarakat di seluruh Kabupaten se- Bali ikut dalam gerakan #savebalispa. Gerakan ini ditujukan Untuk Mengembalikan Definisi Kegiatan Di Bidang Usaha SPA yang Sesuai Dengan KBLI 2020 Yang Berlandaskan Standar Internasional Dan Penolakan Mengenai Ditetapkannnya Pajak SPA Paling Rendah 40 % (Empat Puluh Persen) Dan Paling Tinggi 75% (tujuh puluh lima persen) dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 yaitu Undang-Undang Tentang HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH,”ungkap Ketua Inisiator BALI BERSATU, I Gusti Ketut Jayeng Saputra.
Jayeng Saputra juga menegaskan aktivitas bisnis yang dijalankan para pelaku bisnis spa ini mencakup usaha wisata berupa pelayanan jasa kesehatan dan perawatan dengan memadukan metode tradisional dan modern secara holistik. Aktivitas ini menggunakan air dan pendukung perawatan lainnya berupa pijat menggunakan ramuan, terapi aroma, latihan fisik, terapi warna, terapi musik, makanan dan minuman. Tujuan aktivitas ini menyeimbangkan antara tubuh (body), pikiran (mind), dan jiwa (soul), sehingga terwujud kondisi relaks dan bugar untuk kesehatan yang optimal. Jadi Aktivitas ini merupakan upaya mempertahankan tradisi dan budaya bangsa.
Selain itu dalam Kajian Pohon Keilmuan tentang Wellness dan Spa juga terdapat peraturan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu berupa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014 yaitu tentang Pelayanan Kesehatan Spa,dijelaskan bahwa SPA adalah jasa pelayanan kesehatan, Juga ada dalam KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia), KBLI 2020 dengan Kode KBLI 96122, yang tergolong sebagai aktivitas SPA (Sante Par Aqua). Karena itu memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis SPA menjadi bagian dari Jasa Kesenian dan Hiburan sebagaimana terdapat dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah sangat tidak tepat.
Bila diurai lebih lanjut juga bahwa Dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 pada Bab I, Pasal 1 Ayat 49 yaitu, telah pula memberikan definisi mengenai JASA KESENIAN DAN HIBURAN yaitu jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/ atau keramaian untuk dinikmati.
Nah, jika kegiatan bisnis usaha SPA dimasukkan dalam definisi yang berkaitan dengan Jasa Kesenian dan Hiburan maka bunyinya akan menjadi :
SPA adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi dan/atau keramaian untuk dinikmati. Maka aktifitas bisnis SPA (Sante Par Aqua) yang digolongkan oleh UU Nomor 1 tahun 2022 menjadi Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama sekali tidak cocok, tidak memenuhi batasan / definisi dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 dengan kegiatan usaha SPA yang sebenar-benarnya karena :
-
-
- Aktifitas kegiatan usaha SPA (Sante Par Aqua) bukan jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan.
- Aktifitas kegiatan usaha SPA (Sante Par Aqua) bukan jasa penyediaan atau penyelenggaraan pertunjukan.
- Aktifitas kegiatan usaha SPA (Sante Par Aqua) bukan jasa penyediaan atau penyelenggaraan permainan.
- Aktifitas kegiatan usaha SPA (Sante Par Aqua) bukan jasa penyediaan atau penyelenggaraan ketangkasan.
- Aktifitas kegiatan usaha SPA (Sante Par Aqua) bukan jasa penyediaan atau penyelenggaraan rekreasi dan/atau keramaian untuk dinikmati, karena aktifitas SPA (Sante Par Aqua) bukan sekedar rekreasi apalagi suatu keramaian untuk dinikmati.
-
Karena itu definisi Spa seperti ini patut ditolak dan dilakukan judicial review di Makamah Konstitusi.
Kaitan dengan Pajak, Bali Bersatu juga menyampaikan keberatannya. Bahwa beratnya beban pajak kepada para pengusaha bisnis SPA di Indonesia dengan disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2022 terkait Pasal-Pasal mengenai usaha bisnis SPA, telah membuat beban pajak SPA yang sangat berat belum lagi pajak-pajak lain yang ditanggung pengusaha SPA.
Hal ini akan membuat suram kegiatan usaha jasa pelayanan bisnis di bidang SPA, yang bisa dipastikan perlahan-lahan akan semakin meredup dan bukan tidak mungkin akan tinggal nama saja terutama bagi para pengusaha kecil menengah yang merupakan bagian terbesar dari prosentase pengusaha di Indonesia yang adalah kelas kecil menengah.
Bali Bersatu juga menyuarakan bahwa kegiatan bisnis SPA ini harusnya dilindungi oleh negara dan pemerintah sebagai tradisi dan kebudayaan bangsa Indonesia, dengan membuat peraturan yang adil khususnya aturan mengenai beban pajak usaha SPA. Dan harus ada good will dari pemerintah baik pusat maupun daerah, dan badan-badan negara lain terkait, untuk mengkaji ulang persoalan ini. Beban pajak minimal 40% (empat puluh persen) tidak mungkin bisa dipenuhi dan dilaksanakan.
Karena itu dalam carut marut persoalan ini Bali Bersatu menegaskan hal – hal berikut:
-
- Bahwa, carut marutnya persoalan ini dimulai dari definisi yang tidak tepat t tentang SPA dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.
- Bahwa, keberadaan pengusaha di bidang bisnis SPA serta masyarakat lain yang terkait dengan usaha SPA langsung maupun tidak langsung adalah penyumbang besar bagi ekonomi negara Indonesia.
- Bahwa, yang diinginkan adalah definisi mengenai pelayanan di bidang usaha SPA dikembalikan pada definisi yang sebenar-benarnya sesuai standar internasional negara lain, bahwa kegiatan usaha SPA tersebut adalah merupakan bidang kesehatan dan perawatan, sehingga kata SPA sering bergandengan langsung dengan kata wellness yang berarti kesehatan.
- Bahwa, seharusnya negara melalui pemerintah dan badan-badan lainnya dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan ini, mendorongnya upaya pendaftaran tentang hak cipta, paten maupun pendaftaran lainnya dengan memberikan kemudahan agar apa yang menjadi produk dan budaya bangsa Indonesia khususnya di bidang kesehatan tradisonal dengan kegiatan aktifitas jasa pelayanan perawatan dan kesehatan dimudahkan pendaftaran HAKI nya bahkan saling kerja sama dalam pendataan hak-hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan kesehatan tradisonal bangsa Indonesia khususnya kegiatan SPA. Jangan sampai sudah diklaim dan didaftarkan oleh negara lain dan bahkan langsung negara-negara lain tersebut membawanya ke PBB (UNESCO) setelah itu baru di dalam negeri timbul keriuhan dan kehebohan merasa kekayaan intelektual berupa tradisi dan budaya bangsa Indonesia “dicuri” negara lain.
- Bahwa, bagaimanapun juga jika mau jujur SPA yang sebenarnya adalah merupakan jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang lainnya.
- Bahwa, di dalam kesehatan tradisional yang memiliki nilai-nilai luhur dan mulia termasuk kegiatan usaha SPA, jangan sampai menjadi tergerus bahkan hilang karena definisi yang keliru dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 mengenai SPA. Kesehatan tradisonal Indonesia termasuk di dalamnya adalah kegiatan usaha SPA, merupakan salah satu bagian dari kebudayaan adiluhung bangsa Indonesia yang harus dijaga, dilindungi, dan dikembangkan, agar terus disuarakan sampai mendapatkan keadilan dan kepastian hukum tentang beban pajak yang tepat untuk para pengusaha di bidang bisnis SPA di seluruh Indonesia. ***