DENPASAR, Fajarbadung.com -Bendesa Adat Serangan I Made Sedana menegaskan, jika dirinya bersama prajuru tidak melakukan aksi demo di Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali pada Jumat siang (26/7/2024). Ia mengaku, dirinya bersama prajuru hanya beraudiensi dengan pihak MDA terkait dengan hasil pemilihan Bendesa Adat Serangan. Saat audiensi, rombongan Bendesa Adat Serangan diterima langsung Kepala Dinas Pemajuan Desa Asat (MDA Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra, Petajuh Agung MDA Bali Made Wena dan beberapa staf lainnya.
Sementara pada saat yang sama ada kelompok lain yang diduga pendukung salah satu calon yang melakukan aksi di depan Kantor MDA Bali. “Kami beraudiensi dengan MDA. Bukan melakukan aksi. Sementara aksi dilakukan oleh kelompok lain, yang diduga pendukung salah satu calon,” ujarnya, Sabtu (27/7/2024).
Menurutnya Sedana, Bendesa Adat Serangan bersama para tokoh desa tidak ada hubungannya dengan panitia pemilih yang diduga cacat prosedural dan bertentangan dengan perarem desa. Pihaknya menegaskan tidak ikut campur dengan masalah pemilihan sebab itu domain panitia pemilih. “Kami sudah menerima hasil pemilihan. Namun karena ada banyak calon yang keberatan dengan alasan yang jelas maka kami harus menyelesaikannya di tingkat desa. Itu yang sesungguhnya terjadi. Kedatangan kami ke MDA bukan demo. Kami hanya beraudiensi ke MDA berdasarkan surat permohonan fasilitasi untuk diteruskan ke MDA,” ujarnya.
Dalam audiensi tersebut, pihak MDA melalui Made Wena menawarkan beberapa solusi. Pertama, semua menerima Bendesa yang terpilih oleh panitia dengan segala kekurangannya, bilamana tidak ada yang berkeberatan.
Kedua, menyempurnakan atau menyusun pararem baru. Kemudian opsi ketiga yaitu melakukan pemilihan ulang Bendesa. MDA dalam kesempatan ini turut menyarankan Jro Bendesa dan Prajuru untuk melakukan tindakan melaksanakan segera secara tegas dan sesuai apa isi dari SK Perpanjangan. Kemudian meminta Berita Acara hasil keputusan audiensi dan segera melaksanakan rapat desa. Jadi tidak ada demo di depan Kantor MDA Bali.
Penjelasan ini dilakukan karena dalam sejumlah postingan di media sosial mengatakan jika Bendesa Adat Serangan melakukan demo. Padahal dalam video yang beredar di berbagai platform media sosial, tidak ada wajah Bendesa Adat Serangan dan prajuru yang melakukan audiensi. Sebab aksi itu isinya agar MDA segera mencabut SK perpanjangan masa jabatan Bendesa Adat Serangan dan menuntut pengesahan SK Bendesa adat Terpilih Periode 2024-2029. “Niki berita salah. Kami di Prajuru tidak ada demo, melainkan pendukung salah satu calon yang mengadakan demo. Bukan Jro Bendesa Serangan yang menggelar aksi di gedung MDA Provinsi Bali. Karena aksi itu dilakukan bersamaan dengan saat kami beraudiensi dan banyak media mengira kami yang melakukan aksi demo,” jelasnya. Pihaknya akan menindaklanjuti hasil audiensi dengan permohonan audensi serta proses ngadagan atau pemilihan Jro Bendesa. Namun akan bergantung juga pada keputusan rapat desa nantinya.
Sepertinya diberitakan sebelumnya,
kisruh pemilihan Bendesa Adat Serangan terus menyisakan persoalan pelik. Kisruh tersebut berawal dari proses pemilihan Bendesa Adat yang dipaksakan untuk memenangkan salah satu calon tertentu dan melanggar perarem oleh panitia pemilihan. Proses pemilihan yang tidak sesuai dengan perarem dan panitia pemilihan dinilai memiliki intensi untuk memenangkan satu calon. Prosesnya bertentangan dengan perarem desa adat. Berdasarkan parum Desa Adat Serangan yang dihadiri oleh prajuru Desa, Kerta Desa, Penua Sabha, dan Kelihan Banjar Adat pada tanggal 25 Mei 2024, dimana berdasarkan perarem di ketentuan umum Bab XI Pasal 26 Poin a yang menerangkan prajuru yang ada pada saat ini tetap melaksanakan tugas-tugas sampai dikukuhkannya prajuru yang baru. Ini sudah sesuai perarem. Perda No.4 Provinsi Bali untuk memperpanjang jabatan bendesa sampai ada pemilihan bendesa yang definitif.
MDA Provinsi Bali melihat ada hal-hal yang harus diluruskan dan dimusyawarahkan lebih lanjut. Sebab ada tiga calon yang mengajukan keberatan dan meminta untuk difasilitasi ke MDA. Ketiga calon yang keberatan itu yakni I Wayan Kuat dari Banjar Peken, I Wayan Astawa dari Banjat Kaja dan I Made Sukanadi dari Banjar Tengah.
Pemilihan dilakukan dengan cara voting dengan angka 8;5 untuk kemenangan Pariartha. Artinya pemilihan ini bukan dengan musyawarah mufakat. Ini bertentangan dengan isi
Perarem Pasal 20, dan ketidaksesuaian isi pararem tersebut menimbulkan keberatan dari 3 calon bendesa lainnya.*Arnold