GIANYAR, Fajarbadung.com – Setelah bulan lalu dua komposer muda, I Putu Adi Septa Suweca Putra dan Priya Kumara Janardhana, mempresentasikan komposisi terkini dengan suguhan multimedia, Komponis Kini 2019 “A Tribute to Wayan Beratha” #3 yang berlangsung pada Minggu (21/7) di Bentara Budaya Bali (BBB) menghadirkan I Gede Yogi Sukawiadnyana (22) dan Ni Nyoman Srayamurtikanti (23).
Kedua komposer new music for gamelan yang terbilang generasi milenial ini mempresentasikan komposisi terkini mereka yang berangkat dari pemaknaan atau re-interpretasi terhadap karya-karya klasik maupun semangat penciptaan I Wayan Beratha –maestro gamelan Bali yang menjadi tajuk Komponis Kini 2019–.
Ni Nyoman Srayamurtikanti –akrab disapa Sraya—tampil bersama Sanggar S’mara Murti, membawakan komposisi berjudul “S.o.S” atau Shape of The Shape. Mengeksplorasi perangkat pemade Gender Wayang dan gangsa Semarandana, ia menyuguhkan komposisi musikal yang harmonis. Musisi terdiri dari Kadek Candy Cintya Dewi, Ni Made Ayu Anggita dan Gusti Ayu Mingguwati.
Diungkapkan Sraya, komposisi ciptaannya ini berangkat dari ide kotak reaksi misteri, merujuk pada konsep Reaksi yang muncul tanpa terduga akibat Aksi. “ Karya ini terwujud karena adanya dorongan internal dari diri saya untuk merespon secara kreatif kegelisahan-kegelisahan yang saya rasakan, “ ungkapnya. Sementara itu, Yogi Sukawiadnyana menyentak publik dengan komposisi yang bersifat sebaliknya. Karyanya yang berjudul “Aku dan Aku yang Lain” menghadirkan suara-suara yang chaotic melalui alat musik Jegogan. Tidak seperti perangkat Jegogan umumnya, alat musik bambu ini telah dimodifikasi oleh sang komposer dan suara-suara yang dihasilkan sengaja didistorsi sedemikian rupa.
“Sebagaimana judulnya, karya saya ini berangkat dari ide transformasi fenomena kepribadian disosiatif atau kepribadian ganda. Jadi saya sengaja menghadirkan suara-suara yang mungkin bisa dibilang ‘mengganggu’ pendengar, ” kata Yogi.
Kedua komposer muda ini juga secara sadar menjadikan spirit atau semangat penciptaan Wayan Beratha yang terbuka pada unsur-unsur baru sebagai referensi dan sumber ilham dalam berkarya.
Sebagaimana seri terdahulu, selain menampilkan pertunjukan New Music for Gamelan, acara juga diperkaya dengan pemutaran video proses cipta dan timbang pandang atau dialog bersama para komposer bersangkutan sebagai sebentuk pertanggungjawaban penciptaan.
Baik Sraya maupun Yogi telah menekuni gamelan sedini remaja dan menempuh pendidikan di ISI Denpasar, bahkan sama-sama pernah mengikuti program Asean Mobility for Student (AIMS) di University of Malaya (Malaysia). Akan tetapi, kesamaan pengalaman tersebut tidak sendirinya menghasilkan karya yang serupa, justru masing-masing mengedepankan satu ragam komposisi yang otentik, berciri pribadi, sekaligus bercita rasa kontemporer sebagai paduan atau komposisi bunyi yang bersifat universal.
Persentuhan Yogi Sukawiadnyana dengan gamelan Bali telah dimulai sejak ia duduk di bangku SD. Ketika SMP, ia telah diundang tampil di Jepang bersama sanggar seni Kumara Widya Swara untuk mengikuti Hiroshima Flower Festival (2009), serta misi kebudayaan pada tahun 2010 dan 2011. Ia mulai belajar membuat komposisi di kelas XII SMA N 1 Negara, dikompetisikan pada Jembrana Festival dan Pesta Kesenian Bali. Sementara Ni Nyoman Srayamurtikanti mengambil jurusan Karawitan di SMK Negeri 3 Sukawati, Gianyar, kemudian lebih mendalaminya di Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar.
A Tribute to Wayan Beratha
Komponis Kini dihadirkan berseri setiap bulannya, digagas Bentara Budaya Bali bersama tiga komposer yang konsisten memperjuangkan New Music for Gamelan; I Wayan Gde Yudane, Wayan Sudirana dan Dewa Alit. Bertujuan untuk menciptakan atmosfer berkesenian bagi seniman-seniman gamelan di Bali dan di tanah air, dengan mengedepankan upaya-upaya penciptaan baru (new gamelan).
Tajuk Komponis Kini kali ini, A Tribute to Wayan Beratha, dipilih tidak lain sebagai sebuah penghargaan dan penghormatan mendalam kepada maestro gamelan yang karya-karyanya terbilang immortal. Upaya pencarian dan penemuan diri I Wayan Beratha itulah yang diharapkan menjadi semangat program ‘Komponis Kini’ di Bentara Budaya Bali, sekaligus sebuah ajang bagi komponis-komponis new gamelan untuk mengekspresikan capaian-capaian terkininya yang mencerminkan kesungguhan pencarian kreatifnya.
Sedini awal program ini diniatkan sebagai sebuah upaya re-formasi, memberi format dan pemaknaan baru (re-interpretasi) terhadap gending-gending yang tergolong klasik atau yang sudah ada, sekaligus melakukan penciptaan (re-kreatif) yang (sama sekali) baru. Yang dikedepankan bukan semata konservasi, namun terutama adalah eksplorasi mendalam terhadap ragam komposisi musikal ini; sebuah penciptaan baru melampaui kebakuan, akan tetapi tetap merefleksikan filosofis tertentu.
Program ini terencana dan berkelanjutan, memberikan pencerahan bagi publik musik, sekaligus apresiasi agar masyarakat turut merayakan bentuk-bentuk kesenian yang mencerminkan ekspresi kekinian, terpujikan secara artistik dan bermutu tinggi. (red)