Jelang Putusan Perkara Sengketa Tanah Warga Melawan PT BTID di Serangan, Kuasa Hukum Ahli Waris Beberkan Kesimpulan Disertai Alat Bukti dan Saksi

    0
    84

    DENPASAR, Fajarbadung.com – Sidang kasus sengketa tanah di Serangan, Denpasar Selatan, antara ahli waris Daeng Abdul Kadir dengan PT Bali Turtle Island Development (BTID), bersiap memasuki agenda Putusan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
    Rencananya, agenda putusan akan digelar pada Senin, 29 Juli 2024. Jelang putusan, pihak kuasa hukum Penggugat telah mengeluarkan kesimpulan.
    Siti Sapurah selaku kuasa hukum penggugat Sarah alias Hj Maisarah, menyatakan bahwa seluruh gugatan yang disampaikan di Pengadilan, sudah terbukti.
    “Ini didukung oleh dalil-dalil, alat bukti, surat dan saksi yang kami sampaikan kepada majelis hakim,” ujar Pengacara yang akrab disapa Ipung ini, Selasa (16/7/2024).

    Sebelumnya, pada sidang terakhir 1 Juli 2024 lalu, pihak penggugat telah menghadirkan tiga saksi.
    Yakni satu orang dari Tahura yang dengan jelas mengatakan bahwa objek sengketa itu tidak bagian dari tanah kehutanan, karena dulu sebelum dia mengklaim tanah ini berasal dari tambak
    Di mana, PT. BTID sebelumnya mengklaim tanah objek sengketa ini berasal dari SK MLH, itu awalnya tahun 2015. Akhirnya Tahura turun tangan melakukan cek lokasi tanggal 22 Februari 2022 – 25 Februari 2022 di objek sengketa.
    “Di sana lah dijelaskan ada surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali tanggal 9 Maret 2022 bahwa objek sengketa ini jauh dari kawasan PT BTID, atau bukan bagian dari tanah kehutanan,” terang Ipung.
    Saat persidangan juga sudah dibenarkan oleh saksi, namun setelah surat itu keluar, tiba-tiba berubah, mengatakan bahwa objek sengketa itu bagian dari tambak.
    Sudah dijelaskan oleh dua saksi juga, bahwa tambak itu berada jauh dari tanah objek sengketa, tidak semuanya sebelah timur itu adalah Laut dan tambak. Dan tambak berada paling selatan yang berbatasan langsung sedikit dari tanah Daeng Abdul Kadir.

    Ditambahkan, sepengetahuan saksi pertama dan kedua, tambak tersebut di reklamasi terlebih dahulu baru dijadikan kanal yang berfungsi sebagai pemisah antara warga lokal dengan kawasan PT BTID.

    Jadi kalau dikatakan tambak itu masuk ke objek sengketa, itu lucu, karena jarak tambak dengan tanah sengketa itu jauh di selatan dan tidak masuk ke lahan penggugat, karena tambak berada di selatan sebelah timur Daeng Abdul Kadir.

    Dalil yang dikeluarkan oleh PT BTID dalam persidangan setelah gagal mengklaim objek sengketa adalah bagian dari SK MLH tahun 2015 PT BTID banting setir dengan mengatakan bahwa objek sengketa bagian dari SHGB 82 yang merupakan bagian dari induk SHGB 41 yang berasal dari AJB Tambak / SHM 26 milik alm. H.M. Anwar dan dianggap objek sengketa bagian dari tanah gundukan yang ada di tepi Barat Tambak H.M. Anwar.

    Namun setelah ada surat keberatan dari ahli waris Daeng Abdul Kadir kepada BPN kota Denpasar atas penerbitan SHGB 82 milik PT BTID akhirnya dilakukan penelitian lokasi pada tanggal 25 Agustus 2022. Setelah penelitian lokasi objek sengketa adalah bagian dari Pipil 186 Persil 15c yang luasnya 11.200 m² milik Daeng Abdul Kadir dan setelah itu pada saat PT BTID melakukan perpanjangan SHGB 82 di kawasan Pulau Serangan pada bulan April 2023 yang akan berakhir pada tanggal 23 Juni 2023 SHGB 82 sudah tidak masuk dalam daftar perpanjangan SHGB atas nama PT BTID dan hal ini juga di akui oleh saksi yang di hadirkan oleh PT BTID dari BPN kota Denpasar yang bernama Timurtius Triadi bagian analisis hukum pertanahan di depan ruang sidang dihadapan majelis hakim dengan tegas mengatakan bahwa menurut catatan di meja saksi SHGB 82 memang tidak di perpanjang. Pertanyaan saya sebagai ahli waris Daeng Abdul Kadir dan sekaligus kuasa hukum penggugat mempertanyakan bagaimana cerita nya SHGB 82 bisa terbit disaat persidangan sedang berlangsung dan sudah memasuki agenda pembuktian tentu disini ada sesuatu yang tidak etis atau ada pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang yang di lakukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkup BPN kota Denpasar.

    “Harapan saya majelis hakim seharusnya mengesampingkan atau mengabaikan alat bukti SHGB 82 yang diterbitkan disaat objek sengketa masih berproses di Pengadilan karena disaat gugatan penggugat di daftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam STATUS QUO semestinya menunggu proses peradilan selesai dan memutuskan siapa yang berhak atas objek sengketa. Saya yakin kalau majelis tidak diintervensi, dan saya masih percaya independensi, karena mereka adalah wakil Tuhan di dunia. Semoga kesaksian kami yang terkait kemarin bisa mengunci kekisruhan selama ini,” harap Ipung.*(Arnold)

    (Visited 4 times, 1 visits today)