UBUD, Fajarbadung.com – Menkopolhukam Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto membuka secara resmi Festival Sastra Saraswati Sewana di Puri Kauhan Ubud, Bali, Sabtu sore (20/7/2024). Festival yang digagas oleh Puri Kauhan Ubud mengambil tema “Niti Raja Sasana Tongkat Sastra Kepemimpinan Negeri”. Festival ini akan berlangsung selama tiga hari berturut-turut dan akan ditutup pada tanggal 23 Juli 2024. Selama tiga hari tersebut, akan menampilkan pameran tentang Wastra dan pusaka, rangkaian forum diskusi dan seminar, booth tarot, ramalan, pengobatan, numerologi, workshop, pemutaran film karya anak muda Bali. Selain membuka secara resmi Festival Sastra Saraswati Sewana, mantan Panglima TNI tersebut memberikan penghargaan kepada para penerima Sastra Saraswati Sewana Nugraha Tahun 2024 kepada para tokoh sastra dari berbagai Puri di Bali yang telah berjasa dalam bidang sastra pemimpin Bali sepanjang hidupnya.
Dalam arahannya, Jadi Tjahjanto menegaskan, sastra dan kepemimpinan nasional Indonesia memiliki nilai yang amat tinggi. Sastra merupakan realisasi nilai dan kebijakan yang senantiasa ada dan berkembang dalam nafas kehidupan dan atmosfer kehidupan sosial. “Sastra menyikapi konflik dengan kehalusan bahasa yang menyejukkan dan penyelesaian yang damai dan harmonis. Dan ini sudah dilakukan para pemimpin kita sejak zaman dahulu,” ujarnya. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan politik, demokrasi di Indonesia. Kepemimpinan nasional harus tetap berpijak pada nilai dan ajaran kebijaksanaan yang berakar pada kearifan bangsa. Ajaran asta brata misalnya, merupakan salah satu ajaran kepemimpinan utama yang luhur dan sangat penting bagi generasi muda Indonesia.
Seorang pemimpin harus bersikap dan bekerja demi kesejahteraan rakyat, tenang dan menyejukkan, mengetahui dan mendengar kehendak dan kondisi rakyat, menggunakan sumber daya nasional untuk kemakmuran rakyat, menghapuskan penderitaan rakyat dan mampu menggerakkan rakyat mencapai tujuan bersama. Termasuk di Bali juga mengalami hal yang sama. Ajaran ini pula yang sesungguhnya harus digunakan oleh rakyat dalam menentukan dan memilih seorang pemimpin. “Menguatkan pengetahuan terhadap sastra dan ajaran yang ada di dalamnya, tentunya membutuhkan kreativitas dan inovasi agar menarik bagi generasi kekinian,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, upaya yang dilakukan oleh Puri Kauhan Ubud dalam bentuk Festival Sastra Saraswati Sewana ini harus didukung oleh semua pihak agar semakin menguatkan kepedulian pengetahuan dan pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa. “Kami juga berharap festival ini menginspirasi dan menumbuhkan aktivitas yang sama di berbagai daerah di Indonesia yang sangat kaya akan sastra yang penuh dengan nilai dan ajaran-ajaran leluhur. Saya mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Puri Kauhan Ubud yang secara konsisten merawat dan merelalisasi ajaran-ajaran sastra. Semoga acara ini berjalan dengan lancar dan membawa manfaat bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.
Sementara Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud AA Gede Ngurah Ari Dwipayana mengatakan, Festival Sastra Saraswati Sewana ini adalah salah satu bentuk untuk melestarikan warisan budaya, warisan literasi kepemimpinan, tata negara, dan politik yang perna ada di Bali. Bali sejak dulu dikenal sebagai lumbung sastra Nusantara. Para leluhur Bali telah menitipkan warisan berharga tentang ilmu kepemimpinan yang biasa disebut dengan Niti Raja Sasana. Ini yang harus diwariskan kepada generasi muda Bali dan Indonesia umumnya. “Kita tidak perlu belajar dari tempat lain. Para pemimpin dan pendahulu Bali telah memiliki warisan sastra yang luar biasa. Ini harus menjadi inspirasi bagi generasi muda Bali dan Indonesia dan para pemimpin kita saat ini,” ujarnya.
Ada 5 tokoh besar di Bali yang diberikan penghargaan Sastra Saraswati Sewana Nugraha. Penghargaan ini diterima oleh para ahli waris masing-masing tokoh tersebut. Kalimat tokoh Bali tersebut antara lain, Ida Pedanda Ngurah dari Garis Gde Blayu, Tabana, Ida Pedanda Made Sidemen dari Gria Taman Sanur, Tjokorde Gde Ngoerah dari Puri Saren Kauh, Puri Agung Ubud, I Gusti Ngurah Made Agung dari Puri Denpasar dan yang terakhir adalah Prof. DR. Ida Bagus Mantra, yang dikenal sebagai budayawan Bali, pernah menjabat sebagai Rektor Unud, Gubernur Bali, Duta Besar di berbagai negara di dunia.(Arnold)