MANGUPURA, Fajarbadung.com – Pansus Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Badung yang diketuai oleh I Wayan Edy Sanjaya didampingi Wakil Ketua Pansus I.G.A. Agung Inda Trimafo Yudha beserta Anggota Pansus I Made Suwardana dan Ni Luh Putu Sekarini menggelar Rapat Kerja yang membahas Ranperda atau Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelestarian Tanaman Lokal Bali di Ruang Rapat Pimpinan Lantai I DPRD Kabupaten Badung, Selasa, (3/10/2023).
Turut hadir, Tim Perumus Ranperda Pelestarian Tanaman Lokal Bali dari Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang dipimpin oleh Wayan Rideng dan juga dihadiri oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung I Wayan Puja, Perwakilan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Badung, Kabid Sejarah Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung Ni Nyoman Indrawati, Bagian Hukum Setda Kabupaten Badung, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Badung.
Ketua Pansus I Wayan Edy Sanjaya menyampaikan, bahwa pihaknya dari Pansus Pelestarian Tanaman Lokal Bali DPRD Badung mengadakan Rapat Kerja pertama yang sementara berisi 8 Bab dan 20 Pasal. “Itu sementara, tidak menutup kemungkinan setelah kami mengadakan audensi ke Kantor Kementerian Dalam Negeri, ada kemungkinan pasal ditambah atau bisa juga dikurangi,” terangnya.
Mengingat, pihaknya masih mengadakan pendalaman dari materi yang sudah ada, karena hal ini merupakan Perda Inisiatif dari DPRD Badung yang sudah ditunggu oleh masyarakat.
Soal target selesai, pihaknya tidak terburu-buru menyelesaikan Ranperda ini, lantaran termasuk Inisiatif Dewan dan juga diperlukan penyerapan aspirasi masyarakat. Namun, direncanakan Ranperda ini akan dibahas kembali dalam Masa Sidang Paripurna Pertama tahun 2024. “Ranperda ini sangat penting dalam rangka pelestarian adat, budaya dan agama. Jika hal ini bisa diperdakan sangat berguna bagi masyarakat,” ujar Edy Sanjaya.
Menurutnya, Ranperda ini dilatar belakangi sebagai upaya melestarikan tanaman lokal yang ada di Bali, khususnya untuk kegiatan agama Hindu, khususnya Panca Yadnya yang meliputi Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya dan Bhuta Yadnya, yang semuanya memerlukan sarana upakara berupa tanaman maupun buah-buahan.
“Jadi, Gumi Banten, Puspa Dewata dan Usada sangat diperlukan oleh masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan,” jelasnya
Jika hal ini bisa dilaksanakan otomatis juga akan berdampak terhadap sektor pariwisata kedepannya. “Kita ketahui bahwa Badung sangat tergantung pada sektor pariwisata,” ungkapnya.
Terkait sejauh mana aturan ini mengatur tanaman lokal Bali, pihaknya mengatakan, bahwa aturan ini dibuat yang kemudian ada turunan dari Peraturan Bupati Badung.
Secara teknis seperti yang diatur didalam Rancangan Peraturan Daerah ini, lanjutnya ada ruang-ruang yang bisa dimanfaatkan nantinya, baik ruang umum maupun ruang pribadi yang akan digunakan untuk pelestarian tanaman lokal Bali. “Itu yang masuk dalam Rancangan ini, termasuk juga telajakan. Kalau ruang-ruang umum, saya kira masih bisa. Itu khan ada, seperti disampaikan tadi, bahwa meskipun jalan nasional, tapi untuk pelestarian dan keindahan itu masih bisa diatur oleh Pemerintah Daerah,” paparnya.
Untuk produk tanaman lokal Bali disebutkan ada tiga bagian, yaitu Gumi Banten, Puspa Dewata dan Usada. Sedangkan, jenisnya diatur dalam Peraturan Bupati Badung.
Sesuai hasil Rapat Kerja, lanjutnya sanksi lebih ditekankan pada sanksi moral dan belum mengarah ke sanksi pidana. “Sanksi akan diatur lagi, ini masih dalam pendalaman. Sedangkan, masalah intensif itu kita bicarakan di pasal 8 itu akan diatur lebih lanjut oleh dinas terkait, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup,” pungkasnya.*Chris