DENPASAR, Fajarbadung.com – Pemotongan tebing di Pantai Jimbaran, kawasan Banjar Ubung, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, sampai saat ini belum ada kejelasan. Setelah menghentikan proyek di Pantai Jimbaran tersebut, Pemerintah daerah terkesan mendiamkan. Padahal, proyek yang sempat viral itu belum mengantongi izin lengkap dari kementerian terkait. Tidak hanya Pemkab Badung dan Pemprov Bali tetapi aparat kepolisian diminta tegas untuk menindak proyek yang bisa membahayakan lingkungan itu. “Kalau tidak ditindak tegas, ke depan akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan bentang alam di Bali. Pemerintah daerah bisa melaporkan hal ini ke Polda Bali,” ungkap praktisi hukum Charlie Y Usfunan, Senin (5/9) kemarin .
Jebolan Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) itu mengungkapkan, Perda Provinsi Bali Nomor 3/2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2009-2029, secara tegas mengatur tebing pantai merupakan kawasan perlindungan setempat yang pemanfaatannya memerlukan izin.
Berdasarkan aturan tersebut, Charlie menyebut pernyataan Sambari, yang menyatakan tebing pantai termasuk dalam lahan miliknya tidak tepat. Pasalnya, kawasan tebing pemanfaatannya diperuntukkan publik dan dilindungi oleh pemerintah daerah.
Charlie menambahkan, apabila merujuk pada Perda Kabupaten Badung Nomor 7/2018 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kecamatan Kuta Selatan, tebing pantai yang termasuk sempadan jurang merupakan zona perlindungan setempat yang pemanfaatannya dibatasi.
“Sesuai Perda Provinsi Bali dan Perda Kabupaten Badung, sangat jelas pemanfaatan tebing pantai memerlukan izin dan rekomendasi dari instansi terkait,” tegasnya.
Charlie juga menyinggung PT Top Up Solusi Indonesia sebagai operator mengaku telah mendapatkan rekomendasi dari BWS Bali-Penida. Menurut Charlie, meski sudah ada rekomendasi, tetap harus mengantongi izin dari pemerintah daerah dan kementerian terkait.
Terlebih dalam tindakan “cut and fill” disebutkan dalam Pasal 67 huruf f, harus mengantongi izin dari dinas hingga kementerian terkait untuk mendapatkan pengamatan dan pengujian lebih lanjut, apakah tindakan tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan hidup. Proyek ini juga secara terang-terangan melanggar UU Lingkungan Hidup.
“Selain itu, izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan hal yang sangat penting dalam permasalahan ini, mengingat terdapat material proyek yang jatuh ke lautan,” tukas pria yang sedang menempuh pendidikan doktoral itu.
Charlie mengapresiasi keputusan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Provinsi Bali yang menghentikan sementara proyek tersebut. Keputusan tersebut dinilai tepat lantaran pemilik lahan dan pelaksana proyek belum mengantongi izin lengkap.
Namun, Pemerintah Daerah semestinya bertindak tegas dalam melindungi sempadan pantai dan sempadan jurang atau tebing, sehingga tidak diprivatisasi oleh oknum pemilik lahan. Sebab sempadan pantai dan sempadan jurang merupakan fasilitas publik yang dapat diakses oleh siapapun tanpa merusak kawasan tersebut.
Kewajiban untuk memulihkan kembali sempadan pantai dan sempadan jurang yang terlanjur dirusak harus dilaksanakan agar keseimbangan lingkungan hidup terjaga.
“Hukuman pidana dan denda dapat memberikan efek jera bagi oknum yang melakukan pemanfaatan zona yang dilindungi tanpa izin,” tegasnya.
Pemerintah Daerah juga harus menindak tegas oknum pejabat yang memberikan izin sewenang-wenang pada oknum yang tidak melengkapi administrasi perizinan agar praktik privatisasi wilayah publik tidak lagi terjadi.
Apalagi temuan ini sudah dinyatakan benar oleh Kepala Satpol PP Kabupaten Badung saat melakukan pemantauan bersama dengan jajaran DKLH Provinsi Bali dan Dinas PUPR Kabupaten Badung.
Sementara itu, Wadireskrimsus Polda Bali, AKBP Ambariyadi Wijaya yang dikonfirmasi mengatakan masih melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana dalam pemotongan tebing di Jimbaran. “Masih penyelidikan,” katanya.*Chris