
JAKARTA, Fajarbadung.com – Kantor Staf Presiden (KSP) pada Selasa (29/11) menerima beberapa perwakilan dari gabungan organisasi serikat pekerja dan lembaga pemerhati kesejahteraan buruh yang meminta adanya percepatan implementasi program daycare ramah anak untuk anak-anak dari keluarga pekerja/buruh di perusahaan dan kawasan industri.
Kebutuhan akan daycare bagi anak buruh perempuan ini menjadi penting agar tumbuh kembang anak pekerja terpantau ketika orang tua sedang bekerja.
“Daycare untuk anak-anak buruh dan kelompok rentan adalah solusi strategis negara untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal agar menjadi generasi penerus bangsa yang handal. Sayangnya, Indonesia masih belum punya praktik baik terkait daycare bagi anak pekerja. Kami berharap ada kebijakan strategis tentang daycare bagi anak pekerja agar bonus demografi ini tidak jadi beban negara, melainkan menjadi aset,” kata Dhamayanti Domin, selaku Ketua Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS).
Dhamayanti menambahkan penyelenggaraan daycare ramah anak yang berkualitas membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Sementara itu, Faktanya, banyak buruh perempuan yang saat ini hanya memiliki pendapatan UMR dengan kemampuan finansial terbatas untuk mengakses layanan daycare swasta. Padahal anak-anak terutama usia balita sangat membutuhkan pengasuhan yang tepat untuk tumbuh kembang yang optimal.
Oleh karenanya, para buruh berharap agar pemerintah dapat mengembangkan konsep daycare subsidi untuk menutup pembiayaan operasional yang menjamin sarana prasarana ramah anak dan gaji guru pengasuh yang layak.
Sri Rahmawati, seorang buruh pabrik yang tergabung dalam Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia, membagikan pengalamannya sebagai ibu pekerja yang menitipkan anaknya kepada tetangga karena keterbatasan akses ke daycare. Pada usia 0-3 tahun, anaknya sering diberi makanan yang tidak bergizi oleh tetangga yang tidak mengerti tentang kebutuhan dan hak anak. Setelah usia 7 tahun, sang anak kembali dititipkan ke tetangga karena PAUD hanya memfasilitasi layanan penitipan anak usia 3 hingga 6 tahun saja.
“Anak saya sering sakit karena pola asuh yang kurang tepat, sehingga saya pun sering meninggalkan pekerjaan. Bukankah itu juga akan menjadi beban bagi perusahaan?” Kata Sri Rahmawati.
Oleh karenanya, serikat buruh berharap agar regulasi terkait daycare nantinya mengatur layanan penitipan anak buruh dari usia 0 hingga 10 tahun.
“Aspirasi buruh ini menjadi masukan penting bagi pemerintah. Apalagi ini isu yang menyangkut tentang kesehatan dan kesejahteraan anak buruh, yang akan menjadi generasi penerus bangsa. KSP akan terus mengkaji usulan-usulan ini untuk kemudian dikonsolidasikan dengan Kementerian/Lembaga terkait,” kata Tenaga Ahli Utama KSP, Brian Sri Prihastuti.
Perlu diketahui, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) diberi mandat untuk fungsi koordinasi antar K/L oleh Presiden Joko Widodo. Namun hingga saat ini, belum ada payung hukum yang meregulasi tentang Daycare Ramah Anak/TARA di wilayah kantor/pabrik/tempat bekerja.
“KSP mendorong upaya pemenuhan hak-hak pekerja perempuan agar kontribusi mereka dalam pertumbuhan ekonomi lebih optimal. Penyediaan Tempat Penitipan Anak (TPA) yang mudah diakses, terjangkau, dan ramah anak, akan membuat perempuan lebih produktif tanpa harus cemas karena anak-anaknya sudah mendapatkan akses penitipan yang sesuai standar,” imbuh Brian.**Chris