MANGUPURA, Fajarbadung.com – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Badung dan sejumlah turut tergugat, kalah dalam dua gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar dengan penggugatnya seorang wanita bernama Lenny Yuliana Tombokan. Penerbitan sejumlah sertifikat secara ilegal di tanahnya, terletak di Jalan Pemelisan Agung Nomor 9, Banjar Gundul, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung dinilai ilegal atau tidak sah.
Dalam Putusan Nomor: 17/G/2024/PTUN. DPS dan Putusan Nomor. 18/G/2024/PTUN. DPS, Majelis Hakim menyatakan, sejumlah sertifikat itu batal, dan mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut dan mencoret dari registrasi buku tanah. Putusan gugatan ini diterbitkan secara online melalui website resmi Mahkamah Agung, Selasa (9/8/2024).
Pada salinan putusan Nomor. 17/G/2024/PTUN. DPS, tertera nama Hakim Ketua Majelis yakni Zubaida Djaiz Baranyanan, S.H., M.H. dan Hakim Anggota, Simson Seran, S.H., M.H. dan Arief Aditya Lukman, S.H., M.H. Majelis hakim menegaskan, eksepsi tergugat dan para tergugat II Intervensi tidak diterima untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara, Hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. “Menyatakan batalkan sertifikat yang diterbitkan Tergugat berupa, sertifikat Hak Milik Nomor. 6165 di Desa Tibubeneng diterbitkan 31 Desember 2013, dengan Surat Ukur Nomor. 06557, pada 24 Desember 2013 seluas 1.022 m2, atas nama I Wayan Sumantara, bergelar Sarjana Ekonomi, Magister Manajemen. Lalu, SHM Nomor. 6164 di Desa Tibubeneng, diterbitkan 31 Desember 2013, dengan Surat Ukur Nomor. 06556, pada 24 Desember 2013,” demikian isi putusan majelis hakim.
Lahan ini seluas 778 m2, atas nama Dicky Budi Atmadja yang terletak di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Dan SHM Nomor. 8824, diterbitkan 6 Januari 2022, berdasarkan Surat Ukur Nomor. 09513, pada 4 Januari 2022 seluas 2.220 m2, atas nama I Nengah Karna. Kemudian SHM Nomor. 8823, diterbitkan 6 Januari 2022, dengan dasad Surat Ukur Nomor. 09512 sejak 4 Januari 2022. Luas 150 m2, atas nama Yuana yang terletak satu hamparan di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. “Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut dan mencoret dari register buku tanah,” tegas Majelis dikutip Jawa Pos Radar Bali dari salinan putusan No.17. Juga menghukum Tergugat dan Para Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 4.821.000.
Sedangkan Putusan perkara Nomor. 18/G/2024/PTUN, disidangkan oleh Hakim Ketua Simson Seran, S.H., M.H. didampingi anggota dan Dewi Yustitiani, S.H., M.Kn. dan Arief Aditya Lukman, S.H., M.H. Majelis hakim menyatakan, eksepsi Tergugat dan Para Tergugat II Intervensi ditolak. Dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Batalkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3394. SHM itu diterbitkan 29 September 2009, sesuai Surat Ukur Nomor 3628, pada 25 Agustus 2009 seluas 7.000 m2, atas nama Erkin Inggriani Tedjokoesoemo, Noer Wahju, Wanti Setiodjodjo.
“Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut dan mencoret dari register buku tanah, Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan Tergugat berupa Sertipikat Hak Milik Nomor 3394 itu, atas nama Erkin Inggriani Tedjokoesoemo, Noer Wahju, Wanti Setiodjodjo. Menghukum Tergugat dan Para Tergugat II Intervensi membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp 4.805.000,” demikian salinan putusan Nomor. 18.
Terpisah, Nikolas Johan Kilikily. SH. MH diwakili rekan hukum I Made Yudi Darmawan, SH, Jidian Siagian, SH, MH dan kawan-kawan, yang merupak kuasa hukum dari Lenny Yuliana Tombokan angkat bicara. Kuasa hukum penggugat mengatakan, bahwa ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sudah jelas. Bahwa bidang tanah yang telah diterbitkan sertifikat, dikuasai secara fisik oleh Penggugat dengan cara mengolah dan melakukan berbagai aktifitas. Bahkan tanah atau lahan tersebut diperoleh Penggugat melalui jual-beli berdasarkan Akta Perjanjian Nomor. 3, pada 31 Mei 2004 di hadapan Notaris secara sah. Bahkan Penggugat sama sekali tidak pernah melakukan peralihan hak dengan pihak manapun dan dengan cara apapun, baik itu jual-beli, hibah ataupun tukar guling terhadap bidang tanah objek tersebut.
“Klien kami peroleh lahan dengan cara yang benar. Lalu belakangan muncul pihak lain, ngaku miliki sertifikat. Sekarang telah terbukti, bahwa Ibu Lenny Tombokan lah yang memiliki hak atas lahan sesuai dalam salinan putusan PTUN,” timpalnya.
Seperti berita sebelumnya, Lenny Tombokan telah menguasai lahan sejak 31 Mei 2004 dengan cara yang benar dan sah. Belakangan, ada pihak-pihak tersebut dengan membawa bukti sertifikat diduga diterbitkan secara ilegal dan kuat dugaan menggunakan modus kongkalikong. Hingga sang klien bersama anak-anak, juga para staf Villa terus diintimidasi dari pihak yang klaim memiliki hak atas tanah dan memegang sertifikat. Tak tanggung-tanggung, pihak Aparat Penegak Hukum secara terang-terangan, berupaya melakukan eksekusi sepihak. Hingga APH pertontonkan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di tengah masyarakat.
Aksi intimidasi, penangkapan dan sempat dilakukan penahanan massal terhadap 15 sekuriti dari Villa Pisang Mas. Runtutan kejadian ini ketika datang segerombolan APH ke Villa (lokasi lahan), dan memerintah seluruh Tim Security Villa untuk mengosongkan Villa dalam waktu 15 Menit, Kamis 4 April 2024 sekitar pukul 23.40 lalu.
Upaya pengosongan tersebut berakhir gagal. Kemudian, Kapolres Badung AKBP Teguh Priyo Wasono bersama Kasat Reskrim AKP I Gusti Nyoman Jaya Widura dan Kapolsek Kuta Utara AKP Muhammad Rizky Fernandez ke Villa Pisang Mas. Kedatangan kali ini melibatkan puluh pasukan Brimob bersenjata lengkap.
Lagi-lagi, mengusir pemilik villa dan seluruh tim security yang sedang berada di Villa Pisang Mas, Sabtu 6 April 2024 sekitar pukul 11.00. Sangat disayangkan, saat itu Kasat Reskrim dan personal polisi lainnya juga berupaya terobos masuk ke Villa dengan cara naik melalui tembok. Upaya pengosongan kembali gagal, setelah pihak kepolisian bertemu dengan kuasa hukum Nikolas Johan Kilikily, SH, MH dan Nikolas Raffel Kilikily, SH. Lagi, para personil Polres Badung kembali datang ke tanah milik Lenny Yuliana Tombokan yang telah dibeli pada tahun 2004 berdasarkan Akta Perjanjian.
Polisi datang atas laporan dari orang bernama Erkin dan kawan-kawan, bahwa adanya pengrusakan dinding yang diduga dilakukan oleh Lenny. Sedangkan faktanya, Lenny yang membangun dinding tersebut sejak lama. Setelah mendapat penjelasan dari Ibu Lenny, polisi mengambil dan membawa tiga barang bukti yaitu, batu, besi beton dan pasir, tanpa seizin Lenny sebagai berdalih barang bukti. Kemudian polisi-polisi itu pergi meninggalkan lokasi, Kamis 25 April 2024 sekitar pukul 15.00. Tak ada hentinya, pihak Kepolisian Sektor Kuta Utara dan Polres Badung kembali datangi Lokasi setelah para sekuriti Pisang Mas bernegosiasi dengan pihak lawan untuk tidak memasang plang pengumuman, Jumat 3 Mei 2024 sekitar pukul 11.00.
Saat itu juga diamankan 15 orang Tim Security secara ditangkap secara kasar, bahkan ada yang dibanting lalu diborgol dan diseret masuk ke mobil dibawa ke kantor polisi. Sikap arogan dan sewenang-wenangan mengarah ke pelanggaran HAM itu dipertontonkan lagi di tengah masyarakat, Jumat 10 Mei 2024 sekitar pukul 13.30. Pihak Kepolisian Polres Badung datang bersama-sama dengan para kuasa hukum dari orang bernama Erkin, untuk mengawal pemasangan plang. Tim security dan Kuasa Hukum Lenny menolak aksi pemasangan plang tersebut, tetapi Kasat Reskrim AKP I Gusti Nyoman Jaya Widura dan rekan polisi lainnya melakukan kekerasan terhadap dua security Ibu Lenny yaitu Rahmat dan Simon, yang belakangan keduanya melapor ke Mabes Polri dan laporan tersebut sementara diproses.*Arnold