BITUNG, Fajarbadung.com – Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan menegaskan bahwa moderasi beragama sangat penting dalam dunia pendidikan. Pelibatan generasi muda dan kontekstualisasi kearifan lokal, sambungnya, perlu menjadi perhatian dalam mendorong moderasi beragama.
“Penguatan moderasi beragama menjadi mandat semua kementerian dan lembaga negara, pusat hingga daerah, bukan hanya Kementerian Agama,” ungkap Abetnego dalam dialog bertajuk Moderasi Beragama, Penguatan Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Ballroom Favehotel, Bitung, Sulawesi Utara (31/7).
Menurut Ia, Pemerintah melalui Menteri Agama telah mengeluarkan PMA Nomor 3 Tahun 2024 tentang Tata Cara Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Penyelenggaraan Penguatan Moderasi Beragama (PMB). Harapannya, dengan peraturan tersebut dapat memperkuat dan menyempurnakan mekanisme pengelolaan Penguatan Moderasi Beragama (PMB) di Indonesia.
Abetnego yang menjabat Wakil Ketua Umum DPP Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) ini juga menyebutkan pendidikan dan moderasi beragama dapat direlevansikan dengan upaya untuk menjadi karakter Pancasila yang menghargai toleransi.
“Secara lebih spesifik pelajar perlu didorong untuk memiliki sikap moderat, menghargai perbedaan, dan menjadi agen perubahan dalam masyarakat yang plural,” tegas Abetnego.
Abetnego juga menjelaskan beberapa kearifan lokal dalam penanganan konflik seperti yang ditanganinya di Pulau Haruku, Maluku. Pendekatan melalui pelibatan tokoh adat dan orang-orang berpengaruh di Maluku serta aktivasi tradisi “pela gandong” yang merupakan ikatan persatuan dengan saling mengangkat saudara untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.
Kearifan lokal dalam moderasi beragama, lanjut Abetnego harus terus digali dan dilestarikan agar semangat kebersamaan dalam bingkai NKRI tetap terjadi di tengah keberagaman etnis atau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Selain itu pelibatan aktor pemerintah dan non-pemerintah seperti swasta, perguruan tinggi, media dan civil society harus diaktivasi dalam kerangka penta-helix kebijakan publik,” kata Abetnego.
Hadir juga beberapa tokoh sebagai pembicara dalam dialog tersebut yakni H. Yahya W. Pasiak selaku Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bitung, Pdt. Lucky Rumopa selaku Ketua FKUB Sulawesi Utara dan Pdt. Raymond C. Manopo, Ketua FKUB Kota Bitung. Dialog mendapat respon baik dengan sesi tanya jawab antara peserta dengan para pembicara. Peserta diisi dari berbagai instansi, lembaga dan organisasi ambil bagian dalam dialog tersebut.**Chris