Oleh : Agus Widjajanto .
Tahun 2024, Bangsa ini akan merayakan pesta demokrasi untuk memilih Presiden, Kepala Daerah dan wakil rakyat di DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Propinsi dan DPR RI. Menghindari ternoda-nya hajatan serentak ini, semua pihak harus saling menghormati dan menghargai dengan menghindari politik identitas dengan mengangkat isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) untuk mempengaruhi pilihan politik masyarakat.
Pengalaman pada Pemilu kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang lalu, adalah preseden buruk bagi kelangsungan demokrasi. Jangan sampai terulang dalam Pemilu 2024 dan mencederai Demokrasi itu sendiri. SARA, berkaitan dengan tindakan yang didasari oleh pemahaman sentimen mengenai suatu identitas yang menyangkut keturunan , suku , Ras, Agama serta tradisi yang lebih kita kenal dan sebut dengan politik identitas.
Adanya politik identitas, karena kurang adanya pemahaman yang utuh tentang demokrasi dan sejarah dari Bangsa sendiri. Selain itu, kurang pemahaman dalam ajaran agama. Dalam agama Islam, kurang memahami tafsir dan metodologi baik secara dogma syariat, hakekat, apalagi dalam makam makrifatullah.
Demokrasi tidak lepas dari sejarah Bangsa ini yakni pada masa imperium kerajaan terbesar pertengahan abad ke-14 Masehi. Kita akan punya pemahaman secara komprehensif dalam sejarah masa lalu, yang bisa merubah sudut pandang pada masa kini, agar kita punya pemahaman tentang demokrasi secara sehat.
Pada tahun 1420 Masehi , Raja Majapahit terakhir, Prabu Brawijaya kertabumi ke V, mempunyai seorang istri selir yang sangat disayanginya, “Siu Ban Ci”. Istri selir ini dikenal dalam sejarah baik sumber dari pararaton maupun babad tanah Jawi sebagai seorang keturunan China beragama muslim. Siu Ban Ci, anak dari Sech Bontang seorang ulama, ahli agama Islam yang pandai berdagang sutra dan dupa China. Sech Bontang merupakan anak dari Sech Kuro Bontang, seorang tokoh agama yang mempunyai peran besar dalam penyebaran agama Islam di jawa, khususnya di daerah Kerawang dan sekitarnya.
Keluarga Siu Ban Ci yaitu Sech Bontang tiba di nusantara pada medio tahun 1416. Mendarat bersama dengan panglima angkatan laut Dinasti Ming yaitu Laksamana Cheng Ho yang diutus oleh kaisar Yung Lo, kaisar ke tiga dari dinasti Ming di Tiongkok. Utusan kaisar ini untuk menjalin persahabatan dan melakukan perdagangan dengan negara negara di seberang laut China Selatan sekarang, yaitu Majapahit selaku penguasa Nusantara saat itu.
Syech Bontang dan ayahnya, Syech Quro pertama mendarat di Muara Jati , Cirebon kemudian bergeser ke daerah Kerawang, Jawa Barat. Saat itu daerah Jawa Barat bagian barat masih dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda Galuh yang mayoritas beragama hindu. Bahkan Syech Bontang dan Syech Quro diyakini sebagai penyiar agama Islam pertama di Jawa Barat atau Tanah Sunda, dan mendirikan pondok pesabtren tertua yaitu pondok Quro .
Dari Gresik, Jawa Timur, Syech Bontang ditugaskan oleh Sunan Ampel Raden Rachmad , untuk berdakwah ke barat di daerah Lasem masuk wilayah Rembang, jawa Tengah. Terbukti, bangunan sejarah rumah – rumah di Lasem melekat arsitektur rumah dan tempat peribadatan berbentuk arsitektur China .
Pada saat berdagang di Gresik, Sech Bontang sempat menyebarkan agama bersama Sunan Ampel Raden Rachmad di Ampel Denta. Sebagai penghormatan diberi ijin untuk berdagang, Sech Bontang, saat itu mengajak anak perempuanya Siu Ban Ci, menghadap penguasa Majapahit yakni, Prabu Brawijaya Kertabumi ke V. Dalam pertemuan tersebut Raja terakhir Majapahit itu tertarik dengan Siu Ban Ci. Atas ijin Sech Bontang, maka dijadikan istri selir oleh penguasa Imperium Nusantara saat itu.
Prabu Brawijaya sendiri telah mempunyai istri dan telah mengangkat permaisuri yaitu Ratu Dwarawati dari kerajaan Campa, Kamboja saat ini, yang juga tante dari Raden Rachmad Sunan Ampel di Surabaya. Sehingga timbul konflik antara keduanya yang dikuatirkan akan terjadi konflik politik dalam kerajaan.
Siu Ban ci yang saat itu dalam keadaan mengandung, diungsikan dan diceraikan oleh Raja brawijaya Ke V dan diserahkan kepada adipati Palembang yaitu adipati Arya Damar, untuk dirawat dan diperistri setelah bayi yang dikandung lahir.
Setelah Siu Ban Ci melahirkan, anaknya diberi nama Raden Hasan ( Pangeran Jim Bun ). Setelah menjadi murid Sunan Ampel di Surabaya, berubah nama menjadi Raden Al Fatah, pendiri Kerajaan Demak Bintoro, kerajaan Islam pertama di tanah Jawa pada tahun 1475 Masehi. Sedang dalam perkawinannya dengan Adipati Aryo Damar Palembang, Siu Ban Ci melahirkan Raden Husain. Setelah itu, kedua kakak beradik Hasan dan Husain ke Jawa. Raden Husain diangkat oleh Raja Brawijaya Kertabumi menjadi Adipati Terung, Sidoarjo, Jawa Timur saat ini.
Syech Bontang memiliki banyak nama, antara lain, Musanudin, Lebe Musa, Syech Bantiong, Kyai Bah Tong, dan Tan Gowat.
Apabila diruntut asal usul Syech Bontang diyakini masih keturunan Nabi Muhammad dari jalur Siti fatimah dan Ali bin Abi Tholib. Istri Syech Bontang bernama Siu The Yo, seorang muslim asal china di daratan kota Si,an, melahirkan anak perempuan yaitu Siu Ban Ci, ibunda dari Pangeran Jim Bun atau Raden Fatah, pendiri kerajaan Demak di Bintoro (Apipudin, 2010. Penyebaran Islam di daerah Galuh hingga abad ke -17, Jakarta, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI).
Dengan demikian dari refleksi sejarah masa lalu, baik para penyebar agama maupun raja pendiri Kerajaan Islam pertama di Jawa adalah keturunan dari China. Sejak dahulu, termasuk berdirinya Majapahit. Ada pengaruh politik dari Kubhilaikan, saat penyerbuan kerajaan Singosari untuk menghukum Raja Kertanegara. Tidak bisa dipungkiri itu adalah bagian dari sejarah bangsa ini.
Bahwa bangsa kita adalah bangsa majemuk dan pluralisme, sesuai amanat para pendiri bangsa baik Bapak Bangsa maupun Ibu Bangsa , berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah anugerah dari Tuhan, Berbeda – beda tapi Tetap Satu. Sesungguhnya tiada pengabdian yang abadi kecuali kepada Tuhan yang Esa ( Bhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrwa) berdasarkan empat pilar, yaitu Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika.
Bangsa ini berdiri justru berasal dari berbagai perbedaan, baik itu Ras, Agama, adat istiadat, tapi punya tujuan yang sama membentuk masyarakat adil makmur, gemah ripah loh jinaw , toto tentrem kerto Raharjo sebagaimana tertuang dalam pembukaan, preambul dari UUD 1945 dan dasar negara dalam Sila Pancasila.
Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati politik, hukum, sosial budaya dan sejarah .