DENPASAR, Fajarbadung.com – Seorang gadis berinisial RVRN (17) menjadi korban kekerasan dari anggota Satgas Hikmast Bali dalam sebuah turnamen lokal Futsal beberapa waktu lalu. Saat itu, gadis kecil yang masih SMA di sebuah sekolah favorit Kota Denpasar ini ditarik secara paksa oleh oknum Satgas hingga patah tulang lengan tangan kiri. RVRN harus menjalani operasi yang hingga saat ini menelan biaya sudah lebih dari Rp 50 juta. Ibu korban Rambu Anna menjelaskan, saat insiden tersebut dirinya berada di kampung halaman yakni di Sumba Timur karena ada pekerja yang harus diselesaikan. Sementara ayah korban sedang mengikuti pameran industri kreatif di Surabaya. “Saya mendapat telp kalau anak saya patah tangan, ditarik oleh Satgas, sampai tersangkut di jala lapangan. Saya akhirnya booking tiket pulang keesokan harinya ke Bali. Sampai di Bali anak saya sudah di rumah sakit. Hasil cek, anak saya patah tulang,” ujarnya di Denpasar, Selasa (15/3/2022).
Baik Rambu Anna maupun ayahnya Franky Atabuy tidak terima dengan perlakuan Satgas dalam event Futsal tersebut. Anaknya yang sebentar lagi akan mengikuti ujian akhir terpaksa harus cacat seumur hidup. “Saya lahirkan anak saya dalam keadaan utuh, normal dari bayi saya rawat hingga remaja. Tiba-tiba ada seorang yang mencelakai anak saya dan akhirnya cacat seumur hidup. Saya tidak terima,” ujarnya.
Kasus ini sudah dilaporkan ke Polresta Denpasar dan pelakunya sudah diperiksa dan ditahan. Pihak keluarga mempertanyakan rasa empati panitia penyelenggara acara turnamen, IKB Flobamora Bali yang dikomandoi Yusdi Diaz, yang sampai hari ini tidak ada itikad baik dalam merespon kasus ini. “Anak saya cacat seumur hidup. Apakah kesalahan anak saya begitu berat bagi panitia acara, sehingga perlakuan kasar sampai cacat. Dia ini anak kecil, perempuan, mendapatkan perlakuan yang sangat tidak manusiawi,” ujarnya.
Sampai sejauh ini, empati dari Ikatan Keluarga Besar (IKB) Flobamora Bali sebagai induk organisasi tekait peristiwa patah tulang lengan kiri dialami gadis belia ini sama sekali tidak ada. Bahkan, bukan empati yang diterima, malah postingan media sosial seolah-olah tidak bersalah. Frits Atabuy sebagai pelapor juga berstatus sebagai Opa dari RVRN mengatakan, pasca kejadian, Bupati Sumba Timur Khristofel Praing sementara menyampaikan pidato kepada pera pemenang, dan juga kepada warga Sumba Timur yang hadir saat itu.
Di sana, terdapat juga Ketua Umum Ikatan Keluarga Besar (IKB) Flobamora Bali Yusdi Diaz. Seperti diketahui, ketika RVRN (korban) meminta izin masuk ke dalam lapangan untuk foto bersama para juara yakni timTim Futsal Tawitir FC, besutan Frengki, bapak kandung korban. “Saat itulah insiden terjadi. Satgas bertindak arogan. Korban ditarik ke dalam lapangan dengan cara yang sangat kasar sampai tangan patah,” ujarnya.
Frits Atabuy menjelaskan, cucunya dipastikan cacat seumur hidup karena menurut penjelasan dokter, saraf yang melekat pada tulang juga ikut putus. Sementara beberapa saraf lainnya tidak putus tetapi tidak berfungsi. Akibatnya, pergelangan tangan korban kini terasa mati dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sementara tulang lengan korban yang patah, menurut penjelasan dokter, masih bisa diselamatkan karena usianya masih mudah dan bisa utuh kembali. “Sayangnya tidak ada itikad baik sama sekali. Bahkan mereka tidak mengakui adanya kekerasan. Untung penyidik buka rekaman CCTV,” ujarnya.
Setelah mengecek CCTV ternyata terdapat aksi kekerasan, hingga sang anak (korban) alami cacat fisik. Bukannya memgaku, panitia dan Satgas Hikmast Bali justru mengeluarkan isu bahwa RVRN datang ke TKP dalam kondisi mabuk yang akhirnya ia kerasukan. Padahal pengakuan korban, justeru para Satgas itu tercium bau alkohol saat bertugas.(Arnold Dhae)