Bocah Yang Dipatahkan Kakinya di Denpasar Juga Diduga Dicabuli

0
256
Siti Sapurah. Foto : Ist

DENPASAR, Fajarbadung.com – Kasus penelantaran dan penganiayaan terhadap anak perempuan berusia 5 tahun berinisial N yang dilakukan oleh pacar ibu korban bernama Yohanes Paulus Maniek Putra alias Jo alias Dedy telah ditangani Polresta Denpasar. Dalam aksinya, selain menyiksa korban di hadapan ibu kandungnya yang bernama Dwi Novita Murti alias Novi, ternyata ada pula dugaan tindak pidana pencabulan yang diduga dilakukan oleh pelaku. Hal ini dibuktikan dengan adanya bekas gigitan di payudara korban N.

Dugaan adanya tindak pidana pencabulan ini diungkap oleh aktivis anak dan perempuan, Siti Sapurah alias Ipung. Ditemui di kantornya, Jumat (22/7/2022) Ipung mengatakan, bahwa dalam perkara N ini patut diduga terjadi adanya tindak pidana pencabulan terhadap anak.

Ipung mengingatkan kepada semua pihak agar jangan memandang perkara ini ini secara sederhana. Sebab semua perlu belajar, dimana anak umur 0 hari sampai 7 Tahun adalah anak yang sangat ceria, bebas, dan tanpa beban, yang juga berbicara sumringah dengan kelucuannya akan berekspresi dengan mencoret tembok atau bahkan melempar batu, mendengar musik, dan lain-lainnya.

“Saya menduga ada tindak pidana pencabulan dalam kasus N ini. Sebab ada laporan bahwa ditemukan bekas gigitan di payudara korban. Untuk menjadikan terang dugaan ini, polisi harus melakukan visum et repertum pada alat vital korban,” ujar Ipung yang juga seorang pengacara ini.

Diterangkan Ipung, bilamana hanya karena alasan korban tidak mau tidur atau karena tidak mau menjawab pertanyaan lalu terjadi tindakan kekerasan secara sadis, hal itu disinyalir bukan itu alasan utama terjadinya tindakan penganiayaan secara berurutan secara fisik dan verbal.

Apalagi sampai korban ditenggelamkan kepalanya dalam ember besar, bahkan sampai paha patah. Ipung mengatakan, bagian tubuh anak kecil yang paling rawan patah adalah tangannya, lalu bagaimana ceritanya bisa pangkal paha yang patah?

Jika hal ini terjadi, maka menurutnya tidak mungkin korban dalam posisi berdiri lalu ditendang dan langsung patah. Tapi jika sampai pangkal paha yang patah, Ipung menduga saat anak itu anak dalam posisi terlentang, tertidur atau tengkurap.

See also  Bupati Buleleng Minta hotel di Buleleng dijadikan Tempat Isolasi

“Polisi tentu harus melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) apakah si korban N ditindih seorang manusia biasa. Sekian kali saya menangani kasus anak, tidak sedikit anak-anak yang menjadi korban dari pacar ibunya atau suami berikutnya, karena keceriaannya hilang sehingga dia tidak mau tidur dan menjawab pertanyaan,” ucapnya.

Selain melakukan olah TKP, Ipung juga meminta kepada polisi untuk melakukan visum et repertum terhadap alat vital korban. Apabila dari hasil visum et repertum pada alat vital korban tidak ditemukan adanya robekan selaput dara, maka polisi wajib melakukan visum psikiatri. Namun demikian, Ipung tetap yakin bahwa dalam kasus ini ada tindak pidana pencabulan.

“Visum et Repertum penting untuk mengecek alat vital korban N apakah ada yang robek, jika tidak ada lakukan pula visum psikiatri. Ini karena seorang psikiater bisa menjawab hal tersebut, apakah pasca peristiwa itu terjadi pencabulan atau kejahatan seksual.Tapi, saya menduga itu terjadi. Jangan sampai polisi mengatakan tidak ada laporan, mohon maaf ini bukan delik aduan,” terangnya.

Ipung menegaskan aparat kepolisian dapat mengembangkan laporan model A, dengan menggunakan Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat 2, dengan ancaman hukum 5 Tahun, Pasal 76 B Jo Pasal 81, 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 Perubahan Pertama UU 35 Tahun 2014 dan Perubahan Kedua UU 17 Tahun 2016 tentang Kejahatan Seksual.

“Jadi ancamannya berlapis, 5 tahun plus sampai 20 tahun, dan sampai hukuman mati. Jangan sampai menyederhanakan kasus ini, kasihan korban N. Korban N mungkin takut bicara, tapi kitalah yang dewasa wajib membantu dia mencari keadilan di sini,” tegasnya.

Ipung menjelaskan, dalam UU Perlindungan Anak, ada 4 bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Apabila sampai disentuh, maka sudah bisa dipastikan adanya tindak pidana pencabulan.

See also  Anggota Pasraman di Bali Dipersekusi Warga Sekitar

“Empat bagian yang tidak boleh disentuh ini adalah, mulut, payudara pada anak wanita, alat kelamin untuk pria dan wanita serta dubur. Nah, dalam perkara N ini ada bekas gigitan di payudaranya, artinya dugaan pencabulan semakin kuat,” terang Ipung.

Jika hal ini benar terjadi, Ipung mengatakan bahwa pelaku bisa dijerat dengan Pasal 82 UU No 17 tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak yang ancaman hukumannya sampai 15 tahun penjara atau bahkan sampai ke hukuman mati.

“Jadi ancamannya berlapis, 5 tahun sampai 20 tahun, dan sampai hukuman mati. Jangan sampai menyederhanakan kasus ini, kasian korban N. Korban N mungkin takut bicara, tapi kitalah yang dewasa wajib membantu dia mencari keadilan di sini,” tegasnya.

Untuk mencegah kasus N tersumbat selama proses penyelidikannya dalam menggali informasi dari korban N. Ipung menyarankan agar penyidik di dalam kasus N bisa memahami psikologis anak demi mengungkap keadilan dalam kasus kejahatan seksual.

Dibutuhkan dua alat bukti, berupa keterangan saksi dari korban itu sendiri dan hasil Visum et Repertum atau psikiatri untuk menahan pelaku. Sementara soal ibu korban, Ipung menyebut bahwa tidak menutup kemungkinan menjadi tersangka dalam kasus ini. Karena selain menelantarkan anak, ibu korban juga bisa dijerat dengan Pasal 55 KUHP.

“Diduga ibu korban sampai diam menonton anaknya dianiaya. Susahnya anak atau korban mengungkapkan dan berbicara di depan umum karena tidak ada perlindungan dari orang terdekatnya, yaitu ibunya, tetangganya, atau orang lain yang memiliki empati,”sebut ipung.

Dalam dalam kejahatan seksual yang dialami seorang anak, Ipung menyebut tidak terlalu gampang untuk diungkap jika tidak memiliki empati yang besar untuk mereka (anak). “Menyidik perkara anak yang mengalami pelecehan seksual, kita harus mengajak mereka dengan cara bermain,” paparnya.

Ditambahkan ipung, ibu korban atau tersangka Novita Murti (33) tidak bisa lepas dari kasus ini, dia tetap dikatakan bersalah. Apalagi menurut Ipung, kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa, jangan sampai kasusnya dianggap sederhana, sebab anak adalah generasi dan penerus bangsa.

See also  Pemkab Badung Laksanakan Bhakti Penganyaran di Pura Besakih

“UU untuk penamparan dia masuk dalam Pasal 55 KUHP, dimana orang yang melihat dan menyaksikan orang melakukan tindak kejahatan kepada orang lain, tetapi dia diam saja, maka dia masuk menjadi pelaku di sana. Atau Pasal 170 KUHP,” tegasnya.
Selain itu, Ipung juga menduga bahwa adanya persekongkolan antara ibu korban dan pacarnya.

Dugaannya adalah jangan N selama ini menjadi korban tindakan asusila yang dilakukan secara bersama sama antara ibu dan pacar ibunya.
Ipung kembali menegaskan, kasus kekerasan terhadap anak memang sebagian besar dilakukan oleh pacar dari ibu si anak.

“Dari beberapa kasus kekerasan anak yang saya tangani, rata-rata yang menjadi pelaku adalah pacar dari ibunya,” terang wanita yang pernah menjadi bagian dalam pengungkapan kasus pembunuhan Angeline.

Atas hal ini, Ipung meminta agar RPK (Ruang Pelayanan Khusus) Polda Bali dan unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Polresta Denpasar untuk bergandengan tangan dalam mengungkap dan menjadikan kasus ini terang di mata publik serta korban mendapat keadilan, sementara pelaku mendapat hukuman yang setimpal.

Yang terakhir, Ipung sangat berharap bisa menjadi bagian dalam perkara ini untuk melindungi hak-hak korban atau anak korban. “Saya sangat tertarik dengan kasus ini, saya harap bapak dari anak ini menghubungi saya dan meminta saya untuk mendampingi korban,” pungkas Ipung.

Penulis|Elo

(Visited 6 times, 1 visits today)