PONOROGO, Fajarbadung.com – Penguatan pendidikan karakter bangsa menjadi modal penting dalam membangun generasi emas 2045. Karakter yang bisa diteladani dari banyak pemimpin bangsa dapat ditemui dari kepemimpinan para tokoh yang inovatif pada masanya dan bisa menjadi pelajaran bagi generasi muda masa kini. Salah satu sosok teladan yang dimiliki bangsa ini adalah K. H. Ahmad Dahlan.
Beberapa pakar inovasi kepemimpinan menyampaikan bahwa tantangan terbesar kepemimpinan dewasa ini adalah bagaimana memimpin perubahan di tengah dunia yang tengah berubah. Oleh karena itu, inovasi kepemimpinan dengan konteks tersebut menjadi keniscayaan.
“K. H. Ahmad Dahlan adalah teladan utama dalam konteks inovasi kepempinan tersebut. Gagasan pendirian amal usaha Muhammadiyah seperti sekolah, panti asuhan, rumah sakit, dan lain-lain adalah inovasi Ahmad Dahlan dalam merespons konteks sosial politik masa itu,” terang Wamendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq, dalam pidato yang mengangkat tema kepemimpinan dalam kegiatan Kaderisasi Instruktur Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Jumat (18/4).
Lebih lanjut, Wamen Fajar menyebut bahwa para pakar kepemimpinan juga bersepakat jika musuh utama inovasi adalah kemandegan (stagnan) atau sudah nyamannya pemimpin dengan formula inovasi lama. “Konteks masyarakat, sosial-politik sudah berubah maka formula untuk merespons situasi juga harus baru. (Pemimpin) Harus inovatif,” tegasnya.
Kepemimpinan inovatif menjadi isu strategis dalam penguatan kaderisasi. Tidak hanya di lingkungan Muhammadiyah, tapi juga dalam konteks bangsa yang lebih luas. Kaderisasi merupakan elemen vital sebuah organisasi. Termasuk memastikan dan memberikan ruang diaspora kader yang lebih luas di ruang publik. “Muhammadiyah telah membuktikan dalam sejarah republik ini dengan menyiapkan kader-kader terbaiknya untuk memimpin di ruang publik,” terangnya.
Salah satu kunci membangun kapasitas kepemimpinan yang berdampak adalah ketekunan, ketelitian, dan konsistensi. “Kita harus totalitas dengan apa yang kita jalani. Kalau kita mengerjakan sesuatu separo-separo (setengah-setengah), maka hasilnya juga separo (setengah). Tapi kalau kita punya totalitas diri, itu hasilnya akan berbeda. Ini merupakan satu etos penting yang harus kita kembangkan,” ujar Wamen Fajar.
Menutup pidatonya, Wamen Fajar menegaskan bahwa komitmen Muhammadiyah untuk berkolaborasi dengan semua pihak secara inklusif. “Kader Muhammadiyah harus menjadi pemimpin untuk semua pihak guna melahirkan kebijakan dan keberpihakan pada seluruh lapisan masyarakat,” pungkas Wamen Fajar.(*)